Social Icons

Senin, 01 Juni 2015

Jurnalis Asing Kini Bebas Meliput di Papua

Namun, belum diketahui implementasi dari pernyataan Jokowi itu.


Jurnalis Asing Kini Bebas Meliput di Papua
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) memberikan berkas grasi kepada lima tahanan politik yang terlibat gerakan Operasi Papua Merdeka di Lapas Abepura, Jayapura, Papua, 
wildanmarefi.blogspot.com-Presiden Joko Widodo pada Sabtu , 9 Mei 2015, mengatakan larangan bagi jurnalis asing meliput di Papua dicabut. Namun, belum diketahui bagaimana implementasi dari kebijakan Jokowi tersebut.
Hal itu disampaikannya ketika diwawancarai oleh para wartawan di Abepura, Jayapura, usai memberikan grasi terhadap lima tahanan politik yang terkait Organisasi Papua Merdeka (OPM). 


"Pada Minggu, 10 Mei 2015, saya deklarasikan," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu dan dikutip stasiun berita Channel News Asia.

Keputusan itu untuk memberikan sinyal Jokowi mencoba menghapus pengawasan yang ketat terhadap para jurnalis yang kerap ingin meliput di provinsi kaya sumber daya alam mineral itu.
BBC melaporkan, selama ini Pemerintah Indonesia menerapkan syarat yang ketat terhadap jurnalis asing yang ingin meliput di Papua.

Sejumlah aplikasi harus diajukan ke berbagai kementerian agar bisa memperoleh izin peliputan di sana. Jika ada wartawan asing yang terbukti melanggar, sanksinya berat.

Ketatnya persyaratan untuk masuk ke Papua, menurut aparat, diterapkan demi keamanan wartawan sendiri. Sebab, diyakini masih ada kelompok separatis bersenjata di beberapa wilayah.

Kasus terbaru, dua jurnalis asal Prancis terbukti melanggar aturan tersebut dan ditahan pada Agustus 2014 lalu. Mereka baru dibebaskan polisi usai dibui selama dua bulan dan 15 hari.

Pencitraan Belaka

Dalam kunjungan kerjanya ke Papua pada akhir pekan lalu, Jokowi juga memberikan grasi kepada lima terpidana politik yang dituduh terlibat dalam aksi penyerangan terhada gudang senjata TNI di Papua pada tahun 2003 lalu.
Dalam waktu dekat, kelima napi itu akan segera dibebaskan dari penjara Abepura.

Jokowi berjabat tangan dengan napi etnis Melanesia itu di lembaga pemasyarakatan dan memberikan sebuah surat yang membenarkan sisa masa tahanan mereka dihapuskan.

"Hari ini kami membebaskan lima napi untuk menghentikan stigma adanya konflik di Papua. Kita perlu menciptakan sebuah kesan bahwa Papua itu damai. Ini baru langkah awalnya saja," kata Jokowi.

Dengan adanya pembebasan lima napol ini menandai perubahan dalam pendekatan era pemerintahan sebelumnya. Dalam 10 tahun berkuasa, Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono hanya membebaskan satu tahanan politik di Papua.

Namun, menurut organisasi Human Rights Watch (HRW), membebaskan beberapa napi belum cukup. Mereka juga menuding aksi pemberian grasi bagi napi politik hanya pencitraan belaka usai Jokowi dikecam dunia internasional akibat pelaksanaan hukuman mati terhadap 14 terpidana kasus narkoba.

"Langkah tersebut hanya sekedar membuat pencitraan. Ini memang langkah yang baik, tetapi tidak ada yang baru," ujar peneliti HRW dari Indonesia, Andreas Harsono. 

Andreas mendorong Jokowi agar lebih banyak lagi napi yang diberi pengampunan. Sebelum grasi diberikan, terlebih dahulu para napi harus mengajukan pengampunan dan mengaku bersalah, sebelum grasi diberikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
 
Blogger Templates